****
beritasebelas.id, Palembang – Lam Horas Film bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggelar Pemutaran dan Diskusi Film “Invisible Hopes” di Cinepolis Palembang Icon Mal, Minggu (29/5/2022).
Invisible Hopes adalah film pertama di Indonesia yang mengungkapkan lebih dekat kehidupan nyata para narapidana hamil dan anak-anak yang lahir dari ibu narapidana.
Film tersebut berhasil memenangkan Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2021 Kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik.
Sutradara sekaligus produksi film Lamtiar Simarongkir yang turut hadir mengatakan, ketika pihaknya membuat film itu, yang pertama kali dipikirkan hanya ingin memberitahu kepada khalayak ramai bahwa ada anak yang lahir dan besar di balik jeruji besi.
“Kita sebagai orang awam sangat kaget ternyata ada anak-anak yang lahir dan besar di penjara. Saya secara pribadi ketika tahu sangat sedih karena anak-anaknya ini lahir dan hidup di penjara. Hal seperti inilah kami mengangkat tema cerita filmnya,” ungkapnya.
Saat memulai riset dan syuting, dia bilang, menemukan sangat kompleks yakni dari mulai perempuan hamil yang ditangkap, melahirkan, membesarkan anak. Anak harus keluar ibunya belum bebas anak belum tahu berakhir dimana.
“Makin kebelakang persoalannya semakin besar dan yang paling masalah negara kemana. Seperti keluarga tidak mau mengambil dan membesarkan anak yang terlahir di penjara. Harusnya negara mengambil ahli. Kita pengen film ini menjadi bahan diskusi dan informasi apa solusi terbaik. Ini bukan tugas kemenkumham saja tetapi juga tugas dari kemenppa, Kemensos, Kemenkes, termasuk Kemendagri yakni persoalan identitas anak yang tidak terpenuhi,” bebernya.
Dalam posisi bukan menghakimi, bukan juga dalam posisi memberikan solusi, tapi bagaimana menggerakkan orang mengambil solusi. Pihaknya juga meminta kepada presiden untuk menonton film ini.
“Kita berharap beliau (Presiden Joko Widodo) untuk dapat mengundang untuk menonton filmnya. Bahkan kita undang beliau melalui surat juga belum ada respon. Karena ini masalah kompleks tidak hanya diselesaikan di daerah-daerah, tetapi harus ada perubahan secara regulasi,” bebernya.
Apalagi sekarang lagi revisi RKUHP sangat pas. Pihaknya ingin Invisible Hope menjadi alat perjuangkan. Untuk Kemenppan sudah melihat dan tinggal bagaimana responnya.
“Sampai sekarang kita belum melihat ada dan sebenarnya itu yang bikin kita sedih karena kami hanya filmmaker, kami merasa kok hanya kami yang berjalan,” tutupnya. (*)