****
beritasebelas.id, Palembang – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (kdrt) di sepanjang tahun 2022 sebanyak 18 kasus menurut data dari Women Crisis Center (WCC) dan penyebabnya didominasi oleh faktor ekonomi dan perselingkuhan.
Hal tersebut dijelaskan oleh Direktur Eksternal WCC Yesi Ariyanti saat ditemui di kantor WCC Palembang pada Rabu, (19/10/22) oleh awak media.
“Sepanjang tahun 2022 kasus kdrt yang didampingi oleh WCC Palembanv dari Januari hingga September itu sebanyak 18 kasus. Jadi setiap korban melakukan konseling, itu sudah kita hitung satu kasus,” kata Yesi.
Jumlah kasus tersebut dikatakan Yesi masih tergolong rendah dibandingkan tahun 2021 dengan jumlah kasus kdrt sebanyak 39 kasus.
“Total kasus di tahun 2021 ada 108 kasus namun untuk kdrt itu ada 39 kasus yang lebih ke kdrt terhadap istri. Meskipun tahun ini masih sedikit, tapi tidak menutup kemungkinan bisa bertambah, mengingat kadang yang konseling dalam sehari tidak ada sama sekali tapi besoknya bisa nambah tiga sampai empat orang yabg konseling,” tambahnya.
Yesi menyebutkan bahwa dalam kasus kdrt, pertengkaran yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga bisa dipicu oleh berbagai macam faktor.
“Memang yang mendominasi itu karena faktor ekonomi dan perselingkuhan, tapi selain itu juga ada faktor lain seperti pelaku sering mengonsumsi obat-obatan terlarang, minuman keras (miras) dan bisa juga karena perbedaan pola asuh anak juga bisa menjadi faktor terjadinya kdrt,” sebut dia.
Kasus kdrt, menurut Yesi merupakan kasus yang dapat menimpa siapa saja dan tidak hanya kepada masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
“Kdrt ini tidak pandang bulu, tapi memang stigma yang berkembang di masyarakat bahwa kdrt itu hanya terjadi pada masyarakat menengah kebawah, masyarakat kita kurang percaya bahwa orang dengan pendidikan tinggi atau aparat penegak hukum bahkan pejabat pemerintah bisa melakukan tindak kekerasan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yesi menjelaskan bahwa kdrt tidak hanya pertengkaran antara suami dan istri, akan tetapi pertengkaran yang terjadi antar orang yang tinggal di dalam satu rumah tangga.
“Kalau dari WCC, kami biasanya menggali informasi lebih dalam tentang permasalahannya seperti apa, kita akan tanya ke korban mau berakhir ke proses hukum atau hanya sekedar butuh teman cerita yang bisa menjaga rahasia mereka atau seperi apa,” jelasnya.
Karena WCC merupakan lembaga pendampingan yang konsen dalam menangani hak-hak perempuan sehingga peran dari WCC tidak untuk mengambil keputusan.
“Jika pun nanti mau sampai ke tingkat perceraian, maka kita akan dampingi. Jika korban kdrt ini memerlukan prikolog maka akan kita jadwalkan untuk bertemu dengan paikolog untuk memberikan bimbingan psikis korban,” tambahnya.
Saat ini lembaga WCC Palembang telah menangani empat hingga lima kasus yang berakhir hingga ke perceraian.
“Dari 18 kasus itu ada yang sudah sampai ke perceraian, tapi tidak sedikit juga yang sudah membuat laporan namun dicabut kembali laporannya. Itu banyak kita temui,” lanjut Yesi.
Dalam kasus korban kdrt yang mencabut laporan setelah melapor ke pihak aparat kepolisian, Yesi membeberkan bahwa hanya ada faktor yang mengiringi keputusan tersebut.
“Biasanya kalau korban kdrt yang sudah melapor namun ditengah jalan memutuskan untuk mencabut laporannya, biasanya karena diiming-imingi oleh pelaku atau suaminya, bisa juga karena berharap si pelaku akan berubah, atau karena demi anak dan juga karena masih cinta,” bebernya.
Namun hal tersebut dikatakan Yesi hanya akan menimbulkan dua dampak bagi si pelaku kdrt. “Kemungkinan pertama, bisa saja sadar dan berubah atau kemungkinan kedua bisa jadi si pelaku malah bersikap lebih kasar lagi terhadap istrinya,” kata Yesi.
Oleh sebab itulah, Yesi menuturkan bahwa korban kdrt harus pintar membaca situasi terlebih lagi korban biasanya merupakan korban dengan kasus yang sudah berulang kali terjadi.
“Biasanya yang datang ke kita itu korban yang sudah mengalami kdrt secara berulang kali, yang akhirnya merasa harus cerita ke orang lain. Jadi kalau memang mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga harus berani untuk melapor atau paling tidak cerita ke orang yang dipercayai,” tutupnya.