Kekerasan di Dunia Pendidikan, Salah Siapakah?

| |

oleh Arto – foto Dokumen

beritasebelas.com,Palembang – Kekerasan dunia pendidikan yang terjadi di SMP Negeri 20 Palembang belum lama ini menjadi sorotan tajam, masih belum berhasilnya sebuah pendidikan karakter.

Apalagi jika melihat potret dua mahasiswa Universitas Sriwijaya yang harus meninggal lantaran mengikuti Diksar calon anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Lantas, siapa yang harus disalahkan mengenai fenomena pendidikan yang terjadi belakangan ini?.

[Pengamat Pendidikan Dr Syarwani Ahmad MM]
Pengamat Pendidikan Sumatera Selatan Dr Syarwani Ahmad MM mengatakan, fenomena kekerasan di dunia pendidikan Sumatera Selatan sebetulnya dapat ditepis asal semua pihak bisa ikut berpartisipasi.

“Artinya revolusi prilaku mahasiswa, dosen, guru, pelajar dan pendidikan keluarga. Sehingga pada gilirannya kejadian kekerasan di pendidikan kita tidak terulang lagi,” terang Syarwani Ahmad, Selasa, 4 April 2017.

Pria yang juga Rektor Universitas PGRI Palembang mengaku prihatin dengan kejadian meninggalnya dua mahasiswa Universitas Sriwijaya beberapa waktu lalu. Menurutnya, pengenalan kepemimpinan seharusnya tak dikotori dengan Diksar yang ekstrim.

Pengawasan mahasiswa menjadi peranan penting jika melihat kejadian semacam ini. Bukan hanya pembenahan karakter mahasiswa tapi juga kampusnya.

“Seperti misalnya Presiden bilang Revolusi Mental. Artinya, kepemimpinan harus meneladani, bukan Diksar yang kemudian membawa hal yang tak kita inginkan,” terangnya.

Kemudian kekerasan di SMP Negeri 20 Palembang, Syarwani menegaskan bahwa kejadian ini jangan hanya dilihat dari satu sisi mata pisau, tapi juga dari semua lini. Baik dari gurunya maupun siswa.

Menurutnya, dewasa ini kecenderungan terlalu sayang kepada anak kadang menutup mata tentang kebenaran. Juga bagi guru seharusnya melatih kesabaran dan menjaga marwahnya agar menjadi guru yang disegani.

Seperti halnya dirinya mencontohkan pendidikan zaman dahulu. Ketika seorang pelajar dimarah dan dihukum oleh guru dan sampai di rumah melaporkan ke orang tua, malahan si anak yang dimarah.

“Nah ini ada pergeseran sebetulnya, tapi ini bukan kemudian menyetujui kekerasan. Tapi lebih melihat sebab akibat semua pihak harus menyadari baik itu bagaimana seharusnya jadi murid, pun juga sebagai guru,” jelasnya.

print

Sebelumnya

22 Ribu Lebih Masyarakat OKU Tunggu e-KTP

Miris Tergenang Air, SDN 213 Palembang Ini Tak Bisa Upacara Bertahun-tahun

Berikut