* 28 September, Peringatan Hari Hak Untuk Tahu Sedunia
* Mengelola Demokrasi dan Kebebasan Informasi
Oleh : H. AGUS SRIMUDIN, SPdI, M.I.Kom (Penulis adalah Komisioner Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan / Ketua Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi (ESA)
HARI ini 28 September 2016, semua negara maju dan berkembang secara serentak memperingati International Right to Know Day 2016 (Hari Hak Untuk Tahu Sedunia). Visioner brilian Hak Untuk Tahu menjadikan keterbukaan informasi sebagai kunci dari pencapaian pembangunan berkelanjutan. Tujuan besar dari Open Government (Pemerintahan terbuka) dan Clean Government (Pemerintahan lebih bersih) ialah mengarah kepada bangsa yang lebih baik (best performance).
Kata kunci dari pengelolaan Keterbukaan Informasi sebagai “anak kandung reformasi” ialah keberagaman dan kebebasan yang merupakan dua sisi mata uang. Menjadi kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya sekaligus menjadi potensi konflik. Itulah sebabnya dibutuhkan lembaga mandiri (Komisi Informasi) sebagai mediator guna mengelola demokrasi dan kebebasan (hak) mendapatkan informasi.
Sebagaimana diketahui lahirnya Undang-Undang (UU) No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan salah satu anugrah terbesar bangsa Indonesia yang dipersembahkan bagi seluruh khalayak. Hak Kita Untuk Tahu..! Kalimat pamungkas itu menjadi ruh Keterbukaan Informasi. Bahwa tujuan utama dari semua proses dan action Badan Publik termasuk penyelenggaraannya, sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat.
Pedoman dari UU KIP 14/2008 diperkuat Peraturan Pemerintah (PP) No.61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU No.14/2008, dinilai sangat penting dalam rangka memberi jaminan kepada khalayak guna mendapatkan informasi yang benar, sekaligus untuk menata kehidupan demokrasi dan kebebasan informasi di negeri yang memiliki ribuan suku, adat istiadat, bahasa, agama, serta tata nilai yang tersebar luas di seantaro negeri.
Keberagaman dan kebebasan yang dimiliki bangsa Indonesia bak dua sisi mata uang; di satu sisi merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya, di sisi lain keberagaman itu berpotensi besar menimbulkan konflik dan polemik. Itulah sebabnya untuk mengelola demokrasi dan kebebasan informasi tersebut, dipandang perlu hadirnya lembaga independen yang menjadi mediator untuk mengatasi potensi konflik dalam masyarakat, terutama konflik dalam sengketa informasi.
Tentu petunjuk UU KIP telah ditetapkan tata cara penyediaan informasi, cara mendapatkan informasi, jenis-jenis informasi yang bisa diakses cepat, serta persoalan hak dan kewajiban publik (Pemohon) dan badan publik (Termohon) dalam hubungan sinergi komunikasi dan membangun jaringan informasi.
Komitmen Pemerintah melalui Komisi Informasi (KI) dengan terus dilakukannya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka mencari titik jernih sebuah “berlian” di tengah “lumpur” informasi yang “pekat”. Teknis yang digagas mensinergikan sistem komunikasi dengan jaringan informasi berbasis teknologi dan media terbarukan di lingkungan Badan Publik. Aplikasi peraturan perundangan dengan pendekatan scientific research (riset ilmiah) dipadukan dengan apa yang terjadi di masyarakat ditujukan untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa yaitu tercapainya kesejahteraan rakyat melalui sistem pemerintahan lebih terbuka, partisipatif, inovatif, dan bersih berkonsep Open Government dan Clean Government.
Percepatan dibutuhkan konsep brilian untuk menggambarkan visi, misi, dan program bagaimana seharusnya komisi ini berjalan bergerak (aksi nyata) sesuai koridor aturan. Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri yang bertugas, antara lain menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud UU ini.
Dalam mengelola demokrasi dan kebebasan informasi diperlukan teori komunikasi. Dalam komunikasi, menurut Carl I Hovland (Bapak Komunikasi) setidaknya diperlukan beberapa unsur utama. Komunikasi (communication) is the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (the communicates). Lebih rinci, Harold Lasswell melalui tulisannya “The Structure and Function of Communication in Society” dalam Wilbur Schramm, Mass Communication, menjelaskan Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media, yang menimbulkan efek (akibat) tertentu. Dari teori ini bisa dilihat adanya unsur-unsur terlibat dalam proses komunikasi yakni komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek (akibat). Jadi tegasnya, menurut Wilbur Schramm, dalam Komunikasi paling tidak ada tiga unsur, yaitu sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination).
Kenapa memperoleh informasi, hak kebebasan dan hak untuk tahu, dibutuhkan teori komunikasi yang memiliki unsur source, message, and destination? Hak-hak tersebut perlu dikomunikasikan dengan benar, apalagi telah diatur secara apik oleh negara. Terkait kebebasan yang merupakan hak untuk tahu, antara lain dimuat dalam UUD 1945 Pasal 28 huruf F, UU Pers No. 40/1999 dan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dalam Pasal 28 F UUD 1945 ditegaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Makna: setiap orang berhak untuk berbicara dan memperoleh informasi dari mana pun dan mengembangkannya dalam masyarakat dengan menggunakan media yang telah tersedia dan tidak merugikan orang lain atau digunakan untuk mencari fakta maka hal tersebut diperbolehkan.
Kemudian, pengelolaan informasi juga dicantumkan dalam UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, misalnya tentang Informasi yang dikecualikan, dalam Pasal 17. Informasi yang Dikecualikan (UU No.14/2008 tentang KIP) antara lain informasi yang apabila dibuka bisa menghambat proses penegakan hukum; informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak kekayaan inetelektual (HaKI) dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat (UU KPPU); informasi yang dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara; informasi yang dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia sehingga merugikan ketahanan ekonomi nasional; informasi yang dapat merugikan hubungan luar negeri; informasi yang dapat mengungkap isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir atau wasiat seseorang; serta informasi yang dapat mengungkap rahasia pribadi.
Seperti apa sebenarnya kriteria informasi itu? Menurut UU KIP, informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non-elektronik.
Lantas apa pula Informasi Publik? yaitu informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Apa itu Sengketa Informasi Publik? Yaitu sengketa yang terjadi antara badan publik dengan pengguna informasi publik, yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.
Bagaimana cara penyelesaiannya? Dilakukan mediasi dan atau ajudikasi nonlitigaasi. Sebagaimana makna Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator Komisi Informasi. Sedangkan, Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh Komisi Informasi.
Selain Pemohon dari Badan Hukum maupun perorangan yang menginginkan sebuah informasi publik, pihak Badan Publik atau Pejabat Publik sebagai badan/orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu oleh badan publik sebagai Termohon. Pejabat yang ditunjuk sebagai PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) yaitu pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
Nah, tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) Komisi Informasi adalah menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14/2008 tentang KIP; menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
Dalam pelaksanaannya “Hak memperoleh informasi atau Hak Untuk Tahu” diatur pula dalam teori kebebasan. Namun, makna kebebasan dalam teori pers diartikan sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang tetap berasaskan pada prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Komitmen tinggi dari Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, sebagaimana amanah UU KIP, menjadikan Komisi Informasi Provinsi Sumsel sebagai mediator menyelesaikan sengketa informasi publik guna tujuan yang lebih besar dan mulia, yaitu secara bersama-sama melibatkan publik mewujudkan Open Government (Pemerintahan terbuka) dan Clean Government (Pemerintahan lebih bersih) guna mencapai kesejahteraan rakyat.
Pemerintahan demokrasi berbingkai kebebasan informasi merupakan sistem organisasi besar dengan tatanan bangunan yang kokoh. Sebagaimana diungkap Djokosantoso Moeljono (Cet. kelima 200: xiv), kata bangunan atau membangun diartikan sebagai upaya konstruksi melalui unit-unit kecil dalam masyarakat yang merupakan organisasi-organisasi/lembaga/badan di dalam bangsa menuju yang lebih baik (best performance) sehingga membentuk suatu organisasi (pemerintahan) yang lebih kuat dan pembangunan yang berkelanjutan. (*)