—
Haqulana
beritasebelaa.com,Banyuasin – Sungguh apes nasib Jailani (39), kedua belah kakinya tidak normal lagi, setelah ditembak oleh petugas Polsek Tungkal Ilir Kabupaten Banyuasin, lantaran dituduh melakukan pencurian dengan pemberatan yang tidak pernah Dia lakukan.
Tiga bulan sudah, sejak 30 Juli lalu, dia dikurung di rumah tahanan Polsek Tungkal Ilir, hingga putusan Praperadilan yang dimohonkannya di Pengadilan Negeri Sekayu di kabulkan oleh hakim tunggal Christoffel Harianja, pada sidang putusan, Senin 30 Oktober 2017.
Menurut pengakuan Jailani Warga Desa Peninggalan Kecamatan Tungkal Jaya Kabupaten Musi Banyuasin ini, peristiwa itu bermula saat dia dan rekan-rekannya sedang main kartu di tempat kerjanya Rumah Makan Arema Dampit, Tungkal Jaya, pada 29 Juli 2017, sekira pukul 23.00 Wib.
Tiba-tiba datang 6 orang anggota Polisi langsung meringkus korban dengan menodongkan senjata api ke kepala korban.
“Awalnya saya kira kami ditangkap karena main kartu. Ternyata bukan, hanya saya saja yang dibawa Polisi sementara teman saya lainnya tidak,” ungkap juru parkir tersebut, Selasa 31 Oktober 2017.
Kemudian, pria enam anak ini digelandang oleh penyidik ke salah satu kamar di penginapan Abadi Kawasan Tungkal Jaya. Jailani diciduk dan diintrogasi tanpa surat penangkapan.
“Di sanalah penyiksaan itu dimulai, muka saya, dada, perut, tulang kering kaki, dipukuli oleh enam orang Polisi berpakaian sipil. Mereka memaksa saya mengakui terlibat pencurian motor. Atas informasi dari, Murjani yang telah ditangkap duluan oleh Polisi. Tapi saya tidak mau ngaku, karena memang tidak melakukan,” katanya.
Diduga kesal dengan tingkah Jailani yang selalu membantah, penyidik mengacungkan pistol ke arah korban, memaksanya untuk mengaku.
“Polisi itu mengancam, kalau kamu tidak mau mengaku, saya akan ditembak. Sambil memaksa saya untuk tengkurap,” katanya.
Jailani tetap tidak bergeming dengan pendiriannya namun petugas juga tidak main-main akan ancaman mereka. ‘Door’ satu butir peluru menembus kaki kanan Jailani. Setelah itu menyusul kaki sebelahnya hingga tulang kaki kirinya pecah.
“Saat kaki kanan saya ditembak, saya sudah pasrah. Bahkan sempat terpikir hendak membalikkan badan, biar kena dada saya, biar mati sekalian. Tapi terbayang istri dan enam anak saya yang masih kecil,” katanya.
Bukti kalau dia tidak bersalah mulai terkuak setelah dia dipertemukan dengan Murjani yang menuduhnya terlibat mencuri motor.
“Saat di penjara Murjani mengakui kalau dia terpaksa menyeret nama saya, karena tidak tahan disiksa oleh petugas. Bahkan dia bersedia membuat surat pernyataan kalau saya tidak terlibat,” katanya.
Kemudian melalui Kuasa Hukumnya, Dodi Irama, Jailani melakukan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Sekayu terhadap termohon Kepolisian RI, cq Polda Sumatera Selatan, cq Polres Banyuasun, cq Posek Tungkal Ilir.
“Alhamdulillah keadilan masih berpihak pada saya, hakim memutuskan penangkapan saya tidak sesuai prosesdur hukum dan saya dibebaskan,” katanya.
Dodi menjelaskan, kesalahan termohon (pihak Kepolisian Tungkal Ilir, red) diantaranya melakukan penangkapan terlebih dahulu baru menetapkan tersangka. Kemudian, format surat perintah penyidikan tersebut tidak menyebutkan nama tersangka dan delik yang dilanggar, sehingga format surat perintah penyidikan seperti tersebut tidak lazim, yang membuat setiap orang atau siapa saja dapat dilakukan penangkapan dan penahanan dengan format surat perintah penyidikan tersebut.
“Maka format surat perintah penyidikan seperti tersebut adalah cacat hukum,” katanya.
Sedangkan pihak kepolisian Polres Banyuasin belum mau memberikan keterangan terkait kasus salah tangkap tersebut. Kapolres Banyuasin AKBP Yudi SM Pinem melalui Kasat Reskrim AKP Dwi Satya Arian mengatakan pihak Pengadilan yang lebih berhak memberi komentar.
“Konfirmasi ke hakim saja, atau ke Polsek karena yang nanganj kasus ini Polsek,” singkatnya.
Kapolsek Tungkal Ilir Iptu Gunawan, beberapa kali dikonfirmasi selalu menolak lantaran masih diperjalnan.
“Saya masih nyetir, lain kali saja ya,” katanya.