Pemprov Klaim Program Sekolah Gratis Tak Ada Perubahan

| |

[Suasana diskusi membahas tuntas permasalahan PSG, di Auditorium Bina Praja, Pemprov Sumsel – Foto Arto/beritasebelas.com]

Arto

beritasebelas.com, Palembang – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan mengklaim bahwa Program Sekolah Gratis (PSG) yang kini menjadi perbincangan diklaim tak ada perubahan yang cukup signifikan.

Demikian disampaikan Staf Ahli Gubernur Sumsel, Bidang SDM dan Kemasyarakatan H Riza Fahlevi pada acara diskusi membahas tuntas permasalahan PSG, di Auditorium Bina Praja, Pemprov Sumsel, Senin 5 Agustus 2019.

“Jadi tidak ada yang berubah PSG masih tetap berjalan hingga saat ini. Maka ia menginginkan dirubah saja kata-kata sekolah gratis. Kita cari saja kalimat lain,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa dalam perda saat ini,  besaran biaya yang diterima masing-masing siwa dalam setahun dari dana PSG adalah SDLB Rp 120 ribu/tahun, SMPLB Rp 180 ribu/tahun. Sementara untuk SMA/SMALB/MAN/MA sebesar Rp 700 ribu per tahun . SMK Teknik Rp 1,5 juta per tahun, SMK non Teknik Rp 1 juta per tahun.

Sementara, anggaran yang disiapkan untuk PSG 2019 adalah Rp 261. 763 4000.000 dengan rincian dari belanja lansung Rp 168.763.400.000 dan dari hibah PSG Rp 93. 000.000.000.

Sementara penerima manfaat dari PSG, 23.160 siswa dari sekokah rujukan, 300 siswa dari sekolah rujukan berasrama, 186.200 siswa dari SMA reguler, 2.416 dari SLB, 109.987 siswa dari SMK dan 64.638 siswa daei MA.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sumsel M Andrian Agustiansyah memang secara aturan sudaj jelas, bahwa sangat beda antara sumbangan dan pungutan. Cuma kadang persepsi dari pihak sekolah, pihak komite, bahwa sumbangan yang sudah di sepakati oleh wali murid, walaupun sudah ditentukan jumlahnya, itu masih dianggap sumbangan, bukan pungutan

“Padahal dalam termenologi dan aturannya, apabila sudah ditentukan jumlah dam waktunya, bahkan ada sanksi kalau tidak dibayar, misalnya lapor ditahan, tidak bisa ikut ujian dan seterusnya, itu jelas namanya pungutan,” imbuhnya.

Sementara yang namanya sumbangan itu tidak pernah ditentukan jumlahnya, tidak dipaksa dan tidak ada sanksinya. “Misalnya sekolah mau membangun mussola. Maka meminta komite untuk mengajukan, bahkan paparan ke wali murid. Disana sampaikan butuh dana Rp 300 juta, bagi yang mau menyumbang silakan berapa pun. Bukan malah mengupulkan wali murid lalubada 100 orang berarti sumbangan masing Rp 3 juta. Ini sudah pungutan,” jelasnya.

Dalam peraturan baik itu PP maupu permen, dalam level SMA yang bukan pendidikan dasar, memang dibuka peluang. Kalau kekurangam biaya boleh mengadakan pungutan. Domainnya memang pihak sekolah bukan komite. Biasanya dalam bentuk iuran. Memang angka iuran akan dihitung berdasarkan kebutuhan.

“Cuma permasalahannya di Sumsel ini ada Perda sekolah geratis. Dalam perda sekokah gratis ini ada pasal, bagi sekolah yang menerima program bantuan operasinol daerah (Bosda) atau PSG, maka tidak boleh lagi memgadakan pungutan,” tegasnya.

Ketua MKKS SMA Sumsel Nasrul Bani mengatakan, sambil menunggu Perda yang baru, para kepala sekolah menginginkan diizinkan tetap menggunakan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016, bahwa apa bila ada kekurangan pengadaan sarana prasarana, melaksanakan program dan kegitan lainnya, maka pihak komite sekolah diperbolehkan mencari sumbangan sukarela dari masyarakat, orang tua dan CSR lainya.

“Memang perlu digaris bawi dalam perda yang sekarang masih berlaku pungutan memang tidak diperbolehkan. Sumbangan yang diperbolehkan,” kata Kepala SMAN 1 Palembang ini.

Nasrul mengungkapkan bawahwa sekitar 3 tahun lalu ada analisis real dari kementerian, bahwa idealny pertahun setiap anak SMA- SMK sekitar Rp 3,4 juta pertahun. “Itu tiga tahun lalu, mungkin sekarang berkisar Rp 4 juta- Rp 5 juta pertahun. Sementara saat ini BOSNas menganggaran Rp 1,4 juta dan BOSDa Rp 700 ribu pertahun. Artinya baru Rp 2,1 juta saja yang diterima siswa pertahun,” rincinya.

Angota Komisi V atau yang membidangi pedidikan DPRD Sumsel, Rizal Kanedi mengaku, memang beberapa waktu lalu pemprov Sumsel mengajukan perda baru, untuk pendidikan, tetapi sampai hari ini verifikasi dari dari kemendagri masih belum turun. Artinya masih berlaku perda lama nomor 16 tahun 2011.

“Kalau rujukan dari permendikbud dari 75 tahun 2016, yang merupakan turunan dari PP Nomor 48 2008 , komite sekolah menggalang dana dalam bentuk sumbangan. Tapi bukan pungutan, yang mana dikelola oleh komite sekolah, yang nantinya penggunanya harus tranparan.  Jangan ada kangkalikong, kepala sekolah mencari untung sana-sini,”pungkasnya.

Ia berharap semua hal yang bersifat komite agar bisa dijalankan secara terbuka oleh semua wali murid.

print
Sebelumnya

Pol PP Amankan ASN Keluyuran di Jam Kerja

Reforma Agraria untuk Pengembangkan Perekonomian Produktif Masyarakat  

Berikut