****
beritasebelas.id, Musi Banyuasin – Reses tahap pertama anggota DPRD Sumsel Dapil IX Kabupaten Musi Banyuasin, banyak menerima keluhan dari warga, mulai dari kelangkaan minyak goreng hingga status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang menjadi keluh-kesah warga yang disampaikan ke anggota Dapil IX Kabupaten Musi Banyuasin saat dialog reses.
Di Koordinatori, Kartika Sandra Desi dari Gerindra, bersama anggota dapil IX lainnya yakni Drs H Tamrin MSi, H Fatra Radezayansyah Partai Golkar, Abu Sari, SH, M.Si dari PAN, Ahmad Toha dari PKS pada reses tahap pertama tahun 2022 bersilaturahmi dan berdialog dengan warga yang ada di beberapa kecamatan di Kabupaten Muba, diantaranya ke SMKN 1 Sekayu, SMK Muhammadiyah Sekayu, SMAN 4 Sekayu dan SMAN 3 Lumpatan.
Selain berdialog dengan guru dan pelajar di SMA maupun SMK, pada reses tahap I ini, rombongan dapil IX juga bersialturahmi dan menyerap aspirasi warga yang ada di Desa Suka Makmur, Desa Suka Maju, Desa Sido Mukti, dan beberapa Desa di Plakat Tinggi.
Menurut Kartika Sandra Desi atau yang akrab disapa Cici ini, aspirasi yang disampaikan disetiap pertemuan relatif sama, yakni masalah infrastruktur jalan dan jembatan, sarana pendidikan, masalah kelangkaan minyak goreng, hingga larangan membuka lahan dengan cara membakar, yang hingga saat ini belum ada solusinya.
Pernyataan yang sama disampaikan, Muhammad Toha, anggota Dapil IX lainnya. Menurut politisi PKS ini, saat berdialog dengan guru dari SMA maupun SMK yang ada di Kabupataen Muba, aspirasi yang disampaikan cukup banyak, salah satunya minta kejelasan status tenaga PPPK yang baru saja lulus.
“Para tenaga pengajar menanyakan nasib mereka setelah dinyatakan lulus PPPK. Karena sampai saat ini belum ada kejelasan, bahkan dari berabagi pemberitaan disebutkan kalau pemerintah pusat sudah lepas tangan dan menyerahkannya kepada pemprov. Sementara pemprov sendiri belum ada penjelasan terkait hal ini,” ujar M Toha.
Dalam pertemuan dibeberapa sekolah, juga mengemuka masalah rehab bangunan sekolah, penambahan ruang belajar, pembangunan pagar, hingga pembangunan labor dan pengadaan alat komputer.
Karena saat ini covid 19 sudah turun, dan masyarakat juga mulai beradaptasi dengan wabah tersebut, maka para guru meminta agar kegiatan belajar dan mengajar kembali dinormalkan.
“Menurut mereka, bila sekolah tidak lekas dinormalkan akan memberikan dampak negatif yang cukup besar bagi generasi muda. Mulai dari pemahaman akan pelajaran yang tidak masksimal, waktu main HP lebih banyak dan yang paling meresahkan lagi adalah banyak anak yang Drop Out (DO), terutama didaerah-daerah,” beberanya.
Menurut Toha, dari laporan para guru diketahui, sekolah secara daring juga memicu degradasi moral generasi muda. Karena tidak sedikit pelajar yang menyalahgunakan alat canggih tersebut untuk melihat situs-situs negatif, terutama bagi anak SD maupun SMP. Akibatnya, banyak anak yang berenti sekolah karena pernikahan dini.
“Idealnya, dalam meningkatkan sektor pendidikan itu harus terpenuhi 4 hal yakni, guru yang memenuhi standar kompentensi, sarana dan prasarana yang mendukung, kurikulum yang baik dan sesuai kebutuhan, serta ledershif yang bagus. “Nah ini lah yang saat ini harus kita perjuangkan,” kaanya.
Selain ke lembaga pendidikan, pada reses kali ini rombongan dapil IX juga berkunjung dan bedialog dengan warga dan petani yang ada di Banyuasin. Dalam setiap pertemuan, warga mengeluhkan masalah infrastruktur jalan, terutama jalan yang menghubungkan Btung- Jambi dan jalan dari Betung hingga ke Lubuk Linggau.
Menurutnya, jalan-jalan ini sudah banyak yang rusak. “Bahkan warga disini menyebutnya Sebagai “kubangan babi”. Kalau musim hujan lubang-lubang dibadan jalan tidak kelihatan karena dipenuhi air, akibatnya banyak pengguna jalan yang menjadi korban, terutama untuk kendaraan roda dua. Untuk itu warga sangat berharap, sebelum lebaran jalan sudah diperbaiki,” kata M toha.
Sementara itu, Abu Sari, Anggota Dapil IX lainnya, mengatakan masalah larangan pembukaan lahan dengan cara membakar yang tidak kunjung ada solusinya. “Kita semua tahu sebagian besar penduduk Muba berprofesi sebagai petani, dan membuka lahan dengan cara membakar adalah akifitas yang telah dilakukan petani sejak puluhan tahun. Nah, kalau memang pemerintah melarang membuka lahan dengan membakar, petani sangat berharap ada solusi yang ditawarkan pemerintah untuk membuka lahan,” ujar Abu Sari.
Menurutnya keluhan masyarakat ini selalu dia dan anggota dewan lainnya suarakan. Akan tetapi, hingga saat ini belum juga ada solusinya. “Warga berharap, pemerintah dapat menyediakan alat berat untuk membuka lahan, yang ditempatkan disetiap kecamatan atau desa. Kalau memang pemerintah belum mampu untuk itu, maka pemerintah harus memberi solusi lain yang lebih manusiawi, seperti mengijinkan membuka lahan dengan membakar, tetapi harus mengantongi ijin dari lurah atau camat, luasannya hanya satu atau dua hektar saya dan yang paling penting, pembakaran lahan dilakukan dengan pengawasan ketat,” tukasnya.
Selain persoalan diatas, warga Muba juga mengeluhkan kelangkaan minyak goreng serta harganya yang mahal. “Menurut warga, hampir sebagian lahan di Muba jijadikan kebun sawit dan pabrik minyak gorang juga ada di Sumsel. Tapi mengapa warga sumsel kesulitan mendapatkan minyak goreng dang harganyapun mahal. Untuk masalah ini, warga minta aparat lebih serius dalam mencari pelaku penimbunan. Karena teroris yang jejaknya hampir tidak terlihatpun bisa ditangkap, mengapa penimbun minyak goreng yang jejaknya cukup terang malah sulit didapat. Ini jadi pertanyaan besar masyarakat,” kata M Toha, anggota dapil IX.
Menanggapi masalah jalan rusak, Drs H Tamrin MSi mengatakan, kalau masalah jalan dari Betung-Jambi dan Betung-Lubuk Linggau sudah disampaikan oleh hampir semua Fraksi di DPRD Sumsel, pada setiap kesempatan. Namun karena itu jalan negara, maka prosesnya panjang dan sampai saat ini belum ada perbaikan.
“Karena yang menyampaikannya sudah banyak, kita doakan saja jalan itu segera diperbaiki. Begitu pula dengan masalah larangan membuka lahan dengan membakar, itu juga telah disampaikan kepada gubernur. Namun karena masuk kebijakan pusat juga, maka kita hanya bisa menunggu langkah selanjutnya,” kata Thamrin.
Sementara itu, H Fatra Radezayansyah menanggapi masalah nasib PPPK. Menurutnya masalah ini bukan hanya terjadi di Muba saja, tetapi ini berlaku untuk seluruh tanah air.
“Karena aspirasi ini sangat penting, kami akan menyampikannya kepada Gubernur Sumsel untuk diambil langkah selanjutnya,” kata politisi Partai Golkar ini.