beritasebelas.com,Palembang – Kasus dugaan tindak pidana korupsi pencairan kredit fiktif senilai Rp 1,250 milar, membuat mantan pimpinan PT Bank Negara Indonesia (BNI), Cabang Lubuk Linggau, Erry Asyari (53) kembali harus berurusan dengan majelis hakim Tipikor Palembang.
Terdakwa merupakan residivis kasus serupa yang masih menjalani proses hukuman penjara di Lapas Pakjo sejak tahun 2014, dihadirkan kembali oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lubuk Linggau M Ikbal, dihadapan majelis hakim Tipikor Palembang, Abu Hanifah dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan di sebutkan bahwa terdakwa Erry Asyari kembali di dakwa melakukan tindak pidana korupsi atas perbuatannya dilakukan secara bersama-sama dengan Rendi Defriza (DPO).
Perkara ini disebutkan adalah perkara melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Dugaan atas pencairan kredit fiktif KMK PT BNI 46 Cabang Lubuk Linggau senilai Rp 1,250 miliar proyek jasa konstruksi pembuatan trafo oleh PT Perdana Karya Sarana Mandiri pada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Musi Rawas tahun anggaran 2010 yang turut di duga tanda tangan itu dipalsukan oleh terdakwa,” kata JPU ditemui usai sidang, Senin (8/6).
Oleh karena itu, di dalam dakwaan JPU Kejari Lubuk Linggau kembali menjerat terdakwa Erry Asyari, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 2 atau Pasal 3 jo pasal 18 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang tindak pidana korupsi dengan ancaman penjara di atas 5 tahun.
Setelah mendengarkan dakwaan yang dibacakan oleh JPU, terdakwa yang di dampingi oleh Penasihat Hukum M Daud Dahlan tidak mengajukan pembelaan atas dakwaan. Untuk itu sidang dilanjutkan pada Senin pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari SIPP PN Palembang, terdakwa pada tahun 2014 yang merupakan kasus korupsi lainnya telah divonis majelis hakim Tipikor Palembang dengan pidana penjara selama 5 tahun, lalu pada tahun 2018 kembali jalani sidang juga tersandung kasus korupsi lainnya pada saat itu diduga nilai kerugian negara mencapai Rp17,6 miliar oleh majelis hakim Tipikor Palembang kala itu kembali divonis penjara selama 7 tahun.